Langsung ke konten utama

Hal yang sedang terjadi di sekitar saya

Perawat Kok Bikin Emosi

Awalnya saya hanya ingin memuat cerita ini di blog saya sebagai ungkapan kekesalan saya, namun karena saya sedang ada tugas tentang fenomena atau hal yang terjadi di sekitar akhirnya saya menjadikan hal ini sebagai tugas saya sekaligus curahan hati (curhat) saya.

Fenomena atau hal yang sedang saya alami dan beberapa orang lainnya pun mengalami adalah fenomena perawat yang kurang ramah terhadap pasien dan tidak bersikap profesional. Padahal perawat bertugas untuk memberikan pelayanan terbaik dan bertanggung jawab atas kondisi peningkatan kesehatan bagi pasien. Perawat juga mempunyai tugas lain seperti memberikan motivasi dan perhatian kepada pasien yang berguna untuk memberikan semangat kepada pasiennya. Maka dari itu perawat yang profesional harus memiliki kesabaran yang luar biasa dalam menjalankan tugasnya.

Namun masih saja ada oknum-oknum perawat yang tidak bekerja secara profesional. Dalam pandangan saya, saya mentoleransi jika oknum perawat yang tidak bekerja secara profesional ini lelah karena telah bekerja seharian, namun nyatanya mereka mempunyai jadwal kerja yang sudah dibagi per beberapa waktu atau per shift. Maka dari itu saya berpikir seharusnya mereka tidak mengeluh dan bersikap profesional.

Mengapa saya katakan kalau mereka telah bersikap tidak profesional, karena pada kasus ini saya mengalami dan melihatnya sendiri apa yang terjadi pada beberapa pasien lainnya, terutamanya adalah nenek saya yang sebagai pasien di salah satu rumah sakit kepunyaan organisasi katholik di kota Padang. Saya akan menceritakan sedikit tentang apa yang pasien lain alami dan nenek saya serta keluarga saya alami dengan ketidakprofesionalan beberapa oknum perawat ini.

Awalnya nenek saya dirawat di ruang perawatan kelas 2 rumah sakit tersebut yang dimana pasien pada kelas 2 ini berisikan dua pasien, yaitu nenek saya dan ibu A (sebut saja begitu) yang dijaga oleh suaminya. Sebagai orang yang awam dengan hal-hal yang berhubungan dengan alat-alat rumah sakit tentu saja kita membutuhkan bantuan perawat, seperti misalnya membenarkan saluran infus yang cairannya berhenti atau membenarkan selang infus yang berdarah akibat pergerakan dari pasien. Dalam kasus ini ibu A yang membutuhkan bantuan suster atau perawat langsung menekan bel untuk memanggil perawat yang langsung disambut oleh suara perawat dari speaker yang berada di ruang tersebut dan menanyakan ada apa. Lalu suami dari ibu A menjawab jika ia memerlukan bantuan suster untuk membenarkan saluran infus yang kemudian suster pun memberikan tanggapan dengan menyuruh ibu A untuk menunggu.

Namun setelah beberapa lama menunggu, perawat tidak muncul-muncul. Akhirnya ibu A pun mencoba menekan bel sekali lagi namun tetap saja perawat tidak muncul. Sampai akhirnya untuk panggilan ketiga, suster pun baru muncul. Saya yang berada disitu hanya terdiam melihat fenomena tersebut. Setelah agak lama kemudian ibu A pun mengalami hal yang sama dan membutuhkan bantuan suster. Dan suster pun menyuruh ibu A untuk menunggu. Akhirnya sang suami sempat kesal sendiri dan berkata “suruh nunggu lagi, tapi ga datang-datang”. Dan benar saja untuk yang kedua ini ternyata susternya benar-benar tidak muncul. Saya hanya tertawa dalam hati karena saya berpikir masa suster di rumah sakit ini hanya 1 atau 2, pasti banyak dong dan masa ga ada satu pun yang tidak bisa membantu pasien padahal itu sudah tugasnya.

Selang beberapa hari nenek saya pun dipindahkan dari ruang perawatan kelas 2 menjadi kelas 1 karena di kelas 2 sangat sempit dan kemarin terpaksa harus di kelas 2 karena tidak ada ruang perawatan yang kosong. Untuk ruang peraawatan kelas 2 ini nenek saya mendapat kamar nomor 6. Setelah beberapa hari saya mendapat bagian jaga untuk menjaga nenek saya di rumah sakit dan menginap. Pada hari itu hanya hal-hal biasa saja dimana suster memberikan obat sesuai waktu dan lain-lain. Dan pertama kali saya menginap suster yang jaga memakai kacamata dan sepertinya orang batak karena logatnya, sebut saja Senang. Suster ini sangat ramah kepada nenek dan juga saya. Bahkan ketika pagi hari ia menanyakan apakah saya tidak sekolah (penampilan saya seperti anak sekolah) serta apakah saya lagi yang menjaga nenek saya.

Oh ya nenek saya merupakan pasien yang bersifat sangat keras kepala, ia sudah tua dan tidak diperbolehkan untuk turun dari kasur karena akan memperparah sakitnya, namun karena sifatnya yang keras kepala maka ia sangat susah untuk dinasehati bahkan saya pun lelah sendiri dan tidak sabar. Sampai akhirnya di hari-hari berikutnya suster yang datang ke kamar nenek saya kesal dan memarahinya karena sifat keras kepalanya itu dan susah nurut padahal sudah dibilang berkali-kali kalau nenek saya tidak boleh turun dari kasur. Kadang saya pun menjadi sangat kesal dengan  salah satu perawat yang memiliki ciri-ciri berkacamata dan memakai jilbab sebut saja Judes. Saya kesal dengan perawat ini karena secara bahasa tubuh saya bisa membacanya kalau ia sangat kesal dengan nenek saya dan setiap suster ini ke kamar entah mengapa ia melihat saya dengan tatapan menyebalkan. Dan saya hanya mencoba berpikir positif, mungkin hanya perasaan saya.

Hari-hari pun berlalu dan yang menjaga nenek saya pun bertukar antara, saya, tante yang biasa saya sebut dengan sebutan bunda, ibu penjaga yang memang bertugas menjaga nenek saya kalau sehari-harinya sebelum beliau sakit sebut saja bu ti, serta adik saya. Akhirnya tibalah giliran saya yang berjaga. Kala itu saya ke rumah sakit di sore hari sesuai jam besuk pasien. Ketika saya masuk ke ruang perawatan, di dalam sudah ramai oleh saudara saya yang datang untuk menjenguk nenek saya, serta ada bu ti dan bunda saya. Saya melihat infus yang tadinya terpasang di tangan nenek sudah terlepas dan dokter sudah memperbolehkan nenek untuk pulang. Namun bunda saya merasa belum aman untuk membawa nenek pulang dalam keadaan masih sakit dan lemah. Pada hari itu saya tidak menduga kalau akan ada hal yang begitu menyebalkan akan terjadi.

Awalnya bunda saya sedang panik karena dari siang semenjak nenek saya melakukan tes CT Scan dan selesai makan, beliau hanya tidur sampai menjelang maghrib. Awalnya bunda saya berpikir mungkin nenek saya kecapekan, namun lama-lama bunda saya pun panik karena biasanya nenek saya akan langsung terbangun jika ada tamu yang datang dan tamu yang berisik, serta ia akan bangun jika dibangunkan untuk makan dan minum obat. Namun kali ini oma saya membuka matanya pun tidak, hanya terus-terusan tidur. Akhirnya bunda saya pun memanggil suster secara manual karena bel nya tidak berfungsi dan meminta tolong untuk dipasangkan infus lagi kara bunda saya berpikir nenek saya lemas karena tidak ada makanan yang masuk dan hanya bergantung pada infus. Namun suster hanya mengatakan mungkin nenek hanya kecapekan dan tidak perlu dipasangkan infus. Namun feeling bunda saya kuat kalau ini sudah tidak wajar karena ketika nenek saya dipaksa untuk bangun, beliau tetap tidur.

Akhirnya bunda saya pun yang tadinya sabar menjadi kesal dengan pelayanan suster yang lamban dan tidak cepat tanggap. Bunda saya pun segera meminta perawat untuk mendatangkan dokter penanggung jawab. Ketika masuk ke kamar lagi susternya pun malah panik sendiri sambil memasangkan infus dan akhirnya memanggil dokter. Akhirnya dokter yang datang adalah dokter jaga bukan dokter penanggung jawab. Ketika dilakukan pengecekan benar saja, nenek saya mengalami kekurangan elektrolit atau kalium. Akhirnya nenek saya diberi infus tambahan yaitu infus obat serta tabung oksigen kecil untuk pernafasan nenek saya. Karena hal itu bunda saya sangat kesal karena suster malah tidak terlalu mempermasalahkan hal dimana nenek saya tidur tanpa merespon ketika coba dibangunkan.

Akhirnya setelah beberapa saat nenek saya sudah bisa dibangunkan dan karena tangan nenek saya selalu bergerak kesana-kemari akhirnya infusnya berdarah. Saya dan saudara saya pun mencoba memanggil suster dan suster pun menyuruh untuk menunggu. Namun sama dengan kejadian ibu A sebelumnya, perawat yang diharapkan kedatangannya pun tak kunjung muncul. Sampai akhirnya saya dan saudara saya memanggil lagi ke tempat perawat. Dan suster yang jaga saat itu adalah Judes.

Beberapa meter dari ruang perawat saya dan saudara saya sudah bisa melihat dan mendengar bahwa si Judes mulai mengeluh karena kedatangan saya. Saya baru ingat kalau dari awal Judes tidak pernah tersenyum. Setelah kedatangan saya lagi-lagi ia menyuruh untuk menunggu. Dan hanya tersenyum kesal dan ternyata susternya tidak juga muncul. Sebelumnya di ruang perawat, si Judes hanya mencatat beberapa hal dan mengobrol dengan temannya. Karena perawat tidak kunjung muncul akhirnya bunda saya kesal dan menyuruh saya untuk kembali memanggil suster. Dan untuk ketiga kalinya saya bolak-balik ke ruang perawat, seperti anak kecil yang sedang meminta jajan pada orangtuanya, dan si Judes dengan santai bilang pada temannya “oh iya, kamar 6, lupa”. Dalam hati saya hanya berpikir masa dia bisa lupa dengan hal yang baru saja saya sampaikan. Akhirnya Judes hanya menyuruh untuk menunggu. Akhirnya saya kembali ke kamar dan dalam perjalanan menuju kamar saya hanya berceloteh dengan saudara saya sambil tertawa, karena kami berpikir bahwa perawat seharusnya bisa ramah, setidaknya tersenyum, sampai-sampai saya mengataakan bahwa mungkin susternya tidak bisa senyum atau kebanyakan dosa.

Akhirnya setelah itu baru si Judes ke kamar nenek saya dan membetulkan infusnya, dan sambil Judes membetulkan infusnya, bunda saya hanya mencoba komplain karena perawat yang sudah coba dipanggil daritadi baru muncul sekarang serta mengatakan kalau infusnya berdarah dan darahnya makin naik dan bunda saya mengatakan hal itu dengan baik-baik (ga pake nge gas). Dan susternya malah kesal sambil mengatakan bahwa cairan infusnya tetap berjalan jadi tidak masalah kalau ada darah nanti juga ilang sendiri (dengan sewotnya). Setelah ia mengungkapkan kekesalannya ia melenggang pergi sambil  memberikan ekspresi wajah yang membuat siapa saja semakin emosi dengan sikap oknum perawat ini. Saya yang sudah sangat kesal pun menjadi emosi karena melihat tindakannya dan akhirnya saya ikut kesal dengan mengatakan, “Yaudah si namanya juga gatau makanya minta tolong, biasa aja dong”.

Karena hal ini baru saja terjadi beberapa hari yang lalu membuat saya semakin kesal dengan oknum perawat yang sebut saja Judes ini. Mungkin setelah kejadian tersebut ia menceritakan pada teman-temannya atau bagaimana sampai akhirnya beberapa suster pun mulai menyebalkan, sebut saja Dut dan Tik. Sampai akhirnya tengah malam Dut dan Tik kembali melakukan pengecekan dan saya pun terbangun dari tidur ayam. Awalnya Dut hanya biasa saja namun lama-kelamaan Dut menjadi tidak sabar dengan nenek saya pun mulai kesal dan Tik hanya diam. Dut menjadi sangat kesal dengan nenek yang dikarenakan nenek saya secara terus-terusan meminta ke kamar mandi untuk buang air kecil. Ketika Dut dan Tik tiba saya hanya memperhatikan mereka dan Dut dengan kesal memapah nenek ke kamar mandi sedangkan Tik memegangi infus. Karena Dut berbadan agak besar maka saya hanya melihatnya saja, namun sesaat kemudian Dut meminta saya untuk menolongnya memapah tubuh nenek. Dalam hati saya hanya berkata “cemen banget, saya aja yang kurus bisa tuh sendiri mapah nenek biasanya”. Oh ya sebelumnya saya memang selalu melakukan kegiatan membantu nenek ke kamar mandi sendiri tanpa bantuan suster dan sebelum kejadian nenek saya yang tertidur terus-terusan.

Balik lagi ke cerita, Tik hanya melihat ke arah saya dengan tatapan kurang mengenakan dan diam ketika saya akhirnya dimintai tolong. Awalnya saya sempat berkata dalam hati bahwa Tik adalah perawat yang cantik namun setelah itu tidak lagi karena ternyata jutek. Setelah selesai nenek saya pun dinasehati untuk segera tidur dan tidak boleh turun dari kasur. Oh ya setelah itu pada malam berikutnya giliran Judes yang jaga dan tentu saja ada hal yang menyebalkan terjadi. Nenek saya kembali meminta untuk ke kamar mandi. Karena nenek saya susah dibilangin saya pun memanggil suster dengan tujuan agar suster bisa langsung menasehati nenek. Akhirnya Judes datang dengan kesal dan agak marah ia langsung berkata bahwa nenek tidak diperbolehkan turun dari kasur, apalagi infus yang terpasang ada dua serta nantinya bisa meningkatkan resiko sesa nafas.

Namun nenek saya tetap keras kepala. Akhirnya Judes agak menekan dan mengguncang perut nenek saya sambil kesal dan mengatakan tidak boleh. Saya sempat kaget, saking kagetnya saya hanya bisa terdiam melihat hal itu. Setelah Judes berlalu saya masih mencerna apa yang barusan terjadi. Lalu saya berpikir, setidak sabarnya saya, saya tidak pernah sampai seperti itu pada nenek saya, ini malah oknum perawat yang seperti itu. Akhirnya keesokan harinya bunda saya pun datang dan saya langsung menceritakan hal tersebut. Bunda saya pun hanya terkejut dan kesal.

Sebenarnya hal atau fenomena ini membuat saya resah akan menurunnya pelayanan yang seharusnya diberikan oleh perawat, serta membuat saya berpikir perawat yang tidak berjilbab (non) lebih baik dari pada yang memakainya di rumah sakit ini. Dan tidak hanya saya yang akhirnya memberikan pandangan seperti itu. Maka dari itu saya lebih senang ketika berjaga jika perawatnya non. Walaupun memang kepribadian setiap orang berbeda-beda, namun dalam hal ini akan membuat banyak orang berpikiran seperti itu termasuk saya.

Setelah kejadian itu, bunda dan mami saya bingung karena dokter belum memberikan keterangan pasti akan penyakit yang diderita nenek saya. Dokter hanya berkata bahwa ada sesuatu di paru-paru nenek. Oleh karena itu dan setelah berhari-hari di rawat, mami saya memutuskan untuk mencari dokter spesialis paru-paru karena dokter penanggung jawab tak kunjung datang, karena hal ini bunda saya pun sempat kesal karena seharusnya kalau sudah tau masalahnya di paru-paru seharusnya langsung diserahkan pada dokter di bidangnya. Setelah itu beberapa perawat pun masuk dan salah satunya ada perawat non yang sangat ramah di antara yang lainnya, sebut saja si Senyum.

Setelah beberapa suster keluar, tinggalah si Senyum. Bunda saya kebetulan bekerja di salah satu kantor pemerintahan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Beliau pun menanyakan pada Senyum dan sambil sedikit curhat tentang apa yang dialaminya dengan beberapa suster seperti Judes, Dut dan Tik. Bunda hanya bilang bahwa seharusnya oknum tersebut tidak bersikap dan bertindak seperti itu karena seharusnya oknum ini tidak ada dan berkaitan dengan akreditasi. Si Senyum pun hanya tertawa dan berkata dengan ramah bahwa itu nantinya akan dijadikan bahan evaluasi.

Dan sampai sekarang, hari ini saya masih malas kalau harus berjaga di rumah sakit dan ternyata perawat yang jaga bukan non. Dengan fenomena ini saya hanya berharap jika hal seperti ini bisa dijadikan evaluasi oleh pihak yang terkait, karena ketidakprofesionalan oknum perawat ini akan membuat pasien tidak nyaman dan yang ada malah bukannya semangat, pasien hanya akan makin drop hehehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media Sosial dalam Praktek PR (Public Relation)

Sebagian besar kegiatan PR baik di lembaga pemerintahan maupun swasta telah menggunakan media sosial sebagai sarana penyampaian informasi seputar kegiatan yang dilakukan maupun produk yang ditawarkan, serperti melalui Facebook, Twitter maupun Instagram. Hal ini dilakukan untuk menciptakan citra pemerintah yang terbuka dan membuka partisipasi dari publik terkait informasi dan program kegiatan yang dilakukan. Dengan adanya keterlibatan masyarakat, maka akan memperkuat posisi PR dalam menyebarkan informasi. Media center menjadi salah satu akses informasi publik sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam setiap proses kebijakan publik. Media center memiliki fungsi untuk sosialisasi, sarana hiburan, dan salah satu bentuk konvergensi dari media massa yang berbasis digital. Beberapa tujuan kegiatan PR pada media sosial adalah publikasi dan media relations yang didalamnya terdapat press release, web blogs, webiste, email. Fasilitas ini merupakan perluasan penggunaan fasilitas onli

Serba Digital, Printed Media Tetap Eksis

  source : google Di zaman sekarang informasi sangatlah mudah untuk didapatkan. Terlebih lagi dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat semua hal serba digital. Dari mulai pelayanan barang dan jasa serta dunia percetakan. Semenjak berkembangnya teknologi berbasis digital di Indonesia, dunia percetakan khususnya media cetak sudah mulai ditinggalkan. Karena setiap orang sudah bisa mengakses beragai informasi mulai dari berita sampai hiburan hanya dengan menggunakan internet. Namun disamping banyaknya kelebihan yang dimiliki media digital, media cetak pun tak ingin kalah di era globalisasi ini. Media cetak berusaha untuk tetap eksis dan masih bertahan di era digital ini. Alasan kenapa media cetak masih bertahan di era digital ini karena kepercayaan dari masyarakat dan iklan. Masih banyak perusahaan iklan yang menaruh jasanya di media cetak yang dimana berupa jasa layanan hotel atau berupa barang serta untuk mencari barang atau orang yang hilang. Alasan lainn

Feature Profil

Nia Siska Wahyuni atau yang akrab di sapa Nia ini lahir pada 16 Juli 1997 di Bukittinggi. Anak kedua dari tiga bersaudara ini memilih jurusan ilmu komunikasi karna ia tertarik untuk bekerja di bidang pertelevisian. Cita-citanya adalah ingin menjadi seorang CEO suatu perusahaan.  Walaupun Nia pernah memutuskan untuk mengganggur setahun karna saat lulus sekolah dulu belum tau tujuan untuk kuliah tapi semangatnya untuk menempuh ujian mandiri tidak luntur yang akhirnya menjadikan tahun ini sebagai tahun pertama kuliah.  Penggemar musik bergenre rock ini juga berencana akan mengambil konsentrasi manajemen komunikasi dimana dia lebih ingin memahami serta mendalami tentang komunikasi. Anak yang terlahir dari keluarga yang sederhana ini juga memiliki motto yaitu dimana dalam satu hari itu ia harus mendapatkan sebuah hal yang bermakna. Kehidupan perkuliahan Nia saat ini belum terlalu banyak kegiatan diluar masa perkuliahan selain acara fakultas dan jurusan. Sampai sekarang Nia sedang m